Kejati Sumut Selesaikan Perkara Penganiayaan di Sergai Melalui Restorative Justice
Kajati Sumatera Utara Dr. Harli Siregar saat memimpin ekspose perkara penganiayaan yang diselesaikan melalui pendekatan restorative justice di Kejati Sumut.
GIMIC.ID, MEDAN — Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara memutuskan penyelesaian perkara tindak pidana penganiayaan yang terjadi di Kabupaten Serdang Bedagai melalui pendekatan keadilan restoratif (restorative justice). Keputusan tersebut diambil setelah dilakukan ekspose dan pemaparan penanganan perkara oleh Kepala Kejaksaan Negeri Serdang Bedagai bersama Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Ekspose perkara dilaksanakan secara video conference (Zoom) dari Kejaksaan Negeri Serdang Bedagai dan diterima langsung oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara beserta jajaran di Ruang Rapat Lantai II Kejati Sumut, Jalan Jenderal Besar AH Nasution, Medan, pada Senin (22/12/2025).
Dalam ekspose tersebut, Kajati Sumut Dr. Harli Siregar, SH., M.Hum didampingi Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Jurist Precisely, SH., MH, serta para Kepala Seksi di bidang pidana umum, menyatakan bahwa perkara tersebut memenuhi syarat untuk diselesaikan melalui mekanisme restorative justice sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku di Kejaksaan.
Berdasarkan pemaparan Jaksa Penuntut Umum, diketahui bahwa peristiwa penganiayaan terjadi pada 18 September 2025 sekitar pukul 02.50 WIB di wilayah perbatasan antara Kota Tebing Tinggi dan Kabupaten Serdang Bedagai. Tersangka Aisyah Damanik terlibat pertengkaran mulut dengan korban Raja Nur Yasmin, yang kemudian berujung pada pemukulan sehingga korban mengalami luka ringan.
Atas perbuatannya, tersangka sempat diproses hukum dengan sangkaan melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan.
Kajati Sumut Dr. Harli Siregar menjelaskan, penerapan restorative justice dilakukan secara humanis dengan mempertimbangkan sejumlah alasan prinsipil. Di antaranya, tersangka dan korban telah saling mengenal sebelumnya, tersangka mengakui kesalahan serta menyatakan penyesalan atas perbuatannya, dan secara terbuka meminta maaf kepada korban di hadapan Jaksa Penuntut Umum, penyidik, serta tokoh masyarakat dan tokoh agama.
“Korban telah memberikan maaf dengan perdamaian tanpa syarat. Selain itu, tersangka dan korban sepakat tidak akan mengulangi perbuatan tersebut. Tokoh agama dan tokoh masyarakat turut terlibat dalam proses perdamaian ini,” ujar Kajati.
Ia menegaskan bahwa keterlibatan tokoh masyarakat dan tokoh agama mencerminkan nilai kekeluargaan yang kuat dalam penyelesaian konflik sosial di tengah masyarakat.
“Ini yang harus kita amati dan perhatikan. Tokoh agama dan tokoh masyarakat dengan kebesaran hati terlibat dalam perdamaian ini. Ini mengandung makna kekeluargaan yang luar biasa dan penting untuk kita perhatikan bersama,” tegasnya.
Sementara itu, Pelaksana Harian (Plh) Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumut Indra Ahmadi Hasibuan, SH., MH menyampaikan kepada media bahwa perdamaian antara tersangka dan korban dilakukan secara ikhlas, tanpa syarat, serta tanpa adanya tekanan atau pengaruh dari pihak mana pun.
“Hal ini merupakan salah satu syarat utama dalam penerapan restorative justice,” ujarnya.
Menurut Indra, penyelesaian perkara melalui keadilan restoratif sejalan dengan arah kebijakan penegakan hukum yang modern dan humanis, di mana Kejaksaan diharapkan hadir di tengah masyarakat untuk merajut kembali hubungan sosial yang harmonis.
“Sesuai dengan kebijakan penegakan hukum yang humanis, konflik sosial antarindividu maupun antarkelompok semestinya dapat diminimalkan demi menciptakan kenyamanan hidup bermasyarakat. Ini juga sejalan dengan nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh para pendahulu kita,” pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gimic.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaUj0IA0LKZLdsktWS3G. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Gimic.id
(G-H2)

Komentar