Kasus Lama Dihidupkan Lagi, Polda Sumut Dinilai Abaikan Logika Hukum

Kuasa hukum Tiarma Boru Sitorus, Roni Prima, saat keluar dari Gedung Ditreskrimum Polda Sumut usai memenuhi panggilan penyidik terkait kasus yang kembali dibuka.

GIMIC.ID, MEDAN – Keputusan Polda Sumatera Utara (Sumut) membuka kembali kasus yang telah dihentikan menuai tanda tanya besar. Publik menilai langkah ini tidak masuk akal dan berpotensi mencederai prinsip kepastian hukum.

Kasus yang dimaksud adalah perkara dugaan pemalsuan dokumen yang menyeret nama Tiarma boru Sitorus, seorang perempuan lanjut usia yang kini hampir berusia 80 tahun. Kasus tersebut sebelumnya telah dinyatakan bukan peristiwa pidana dan dihentikan setelah gelar perkara pada 13 Maret 2025. Namun secara mengejutkan, kasus ini kini kembali dibuka tanpa penjelasan yang jelas dari pihak kepolisian.

“Langkah Polda Sumut ini menimbulkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Mengapa kasus yang sudah selesai diusut lagi tanpa bukti baru?” ujar Roni Prima, kuasa hukum Tiarma, usai menghadiri panggilan penyidik Ditreskrimum Polda Sumut, Rabu (5/11/2025).

Roni menyebut, pihaknya mempertanyakan siapa yang memerintahkan dibukanya kembali kasus ini dan untuk kepentingan siapa.
“Hingga kini, penjelasan resmi dari Polda Sumut belum juga disampaikan secara terang,” tambahnya.

Menurutnya, tindakan tersebut bukan hanya ganjil secara hukum, tapi juga memperlihatkan buramnya wajah penegakan hukum di Sumatera Utara.
“Apakah hukum kini bisa dihidupkan dan dimatikan sesuka hati, seperti saklar lampu di ruang gelap?” sindirnya tajam.

Dugaan pelanggaran ini bermula dari laporan Saut Maruli Manurung pada tahun 2024 terkait pemalsuan dokumen, dengan pasal 263 KUHP. Setelah penyelidikan panjang, kasus tersebut dihentikan karena tidak terbukti merupakan tindak pidana.

Namun kini, laporan baru kembali muncul—kali ini atas nama Hiras Sitorus, adik kandung Tiarma sendiri—dengan pasal dan objek yang sama.
“Betapa ironisnya, kasus sama, pelapor masih dalam lingkaran yang sama, tapi entah kenapa bisa hidup lagi,” tutur Roni.

Ia menegaskan, tindakan ini berpotensi melanggar asas nebis in idem, yang berarti seseorang tidak dapat diadili dua kali atas perkara yang sama.
“Kalau asas ini pun diabaikan, maka kepastian hukum kita tinggal jargon di atas kertas,” ucapnya.

Kasus yang menyeret Tiarma sejatinya sudah pernah diuji di Pengadilan Negeri Lubukpakam pada 2019. Dalam putusan Nomor 32/Pdt.G/2019/PN.Lbp, majelis hakim menyatakan gugatan terhadap Tiarma tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard). Artinya, persoalan ini telah selesai di ranah perdata dan pidana.

Namun penyidik kini kembali memanggil Tiarma, seolah hukum bisa dibentuk ulang seperti kertas origami—dilipat, diulang, dan dihidupkan sesuai kehendak.

Roni Prima juga menyinggung soal laporan dugaan ketidakprofesionalan penyidik Unit IV/Subdit II Harda Bangtah Ditreskrimum Polda Sumut yang sudah mereka ajukan ke Divisi Propam Mabes Polri sejak Mei 2025.
“Kalau mereka memang yakin dengan langkahnya, silakan saja tahan klien kami. Biar publik menilai, apakah mereka menjalankan semangat Presisi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo atau sekadar menjadikannya slogan kosong,” katanya.

Ia menegaskan, bila kasus ini tidak segera dihentikan, pihaknya akan kembali melapor ke Karowassidik dan Divisi Propam Mabes Polri.
“Kami tidak ingin hukum dijadikan panggung sandiwara. Kalau pun mereka memaksa, biarlah masyarakat yang menilai siapa yang sebenarnya tidak profesional,” ujar Roni.

Dalam pernyataannya, Roni menutup dengan nada getir.
“Jangan sampai nanti ada cerita opung-opung berusia 80 tahun harus melawan Polda Sumut demi mencari keadilan,” katanya.

Menurutnya, kasus Tiarma bukan hanya soal hukum, tapi juga soal akal sehat dan moralitas aparat penegak hukum.
“Sebab kalau kasus yang telah dinyatakan selesai bisa dihidupkan kembali tanpa dasar hukum yang jelas, maka siapa pun bisa ‘dibangkitkan’ dari arsip lama hanya dengan satu laporan dan niat tertentu,” ujarnya.

Publik kini menanti, apakah Polda Sumut akan menjelaskan dasar hukumnya atau membiarkan kasus ini menjadi simbol “mayat hukum” yang dipaksa hidup kembali.

Presisi yang dijanjikan Kapolri pun kini seolah menggantung di awan—indah di kata, samar di nyata.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gimic.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaUj0IA0LKZLdsktWS3G. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Gimic.id

(G-RSD) 

Komentar

Loading...