Mengabdi di Ujung Sumatera Utara, Guru Katolik di MAN 5 Mandailing Natal Jadikan Keberagaman sebagai Kekuatan
Khatherine Sesila Manik saat mengajar Pendidikan Pancasila di MAN 5 Mandailing Natal, menanamkan nilai keberagaman dan moderasi beragama.
GIMIC.ID, MANDAILING NATAL— Jauh dari kampung halaman, di wilayah ujung Provinsi Sumatera Utara dengan akses internet terbatas dan listrik yang kerap padam, pengabdian sebagai aparatur sipil negara dijalani dengan penuh keteguhan. Perjalanan panjang dari Binjai menuju Mandailing Natal dengan medan yang sulit serta fasilitas yang minim menjadi tantangan tersendiri, belum lagi pergulatan batin harus meninggalkan keluarga tercinta.
Begitulah potret perjuangan Khatherine Sesila Manik, Guru Pendidikan Pancasila di MAN 5 Mandailing Natal yang berlokasi di Desa Rao-Rao, Kecamatan Batang Natal, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Meski dihadapkan pada berbagai keterbatasan, tugas dan amanah sebagai pendidik tetap dijalankan dengan penuh dedikasi.
Wanita kelahiran Binjai, 10 November 2002, yang bertepatan dengan Hari Pahlawan, ini lulus sebagai CPNS Formasi Tahun 2024 dan ditempatkan di MAN 5 Mandailing Natal. Ia mengajar di lingkungan madrasah yang seluruh peserta didiknya beragama Islam. Namun, bagi Khatherine yang memeluk agama Katolik, perbedaan tersebut bukanlah penghalang, melainkan anugerah yang memperkaya pengabdian.
“Sejauh ini tidak menjadi masalah sama sekali. Saya melihat tugas guru bukan mengajar untuk satu agama, tetapi untuk seluruh golongan dan latar belakang yang berbeda. Respon masyarakat Mandailing Natal dan peserta didik sangat baik dan ramah. Ini bukti nyata bahwa keberagaman bukan masalah, melainkan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus disyukuri dan dijaga,” ujarnya.
Dalam proses pembelajaran, Khatherine merancang desain pembelajaran kontekstual yang disesuaikan dengan Kurikulum Cinta serta kebutuhan peserta didik. Ia menerapkan pendekatan Deep Learning dalam pendidikan holistik dengan mengintegrasikan nilai Mindful (penuh kesadaran), Meaningful (bermakna), dan Joyful (menggembirakan).
“Desain pembelajaran yang saya buat sangat erat kaitannya dengan keberagaman dan nilai-nilai Pancasila. Saya selalu memberikan contoh langsung kepada siswa-siswi bahwa Indonesia dibangun bukan oleh satu peran, tetapi oleh seluruh rakyat Indonesia,” jelasnya.
Tak hanya fokus pada aspek akademik, Khatherine juga menanamkan nilai kasih sayang, empati, dan akhlak dalam setiap proses belajar mengajar. Ia berharap peserta didik tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara karakter dan moral.
“Saya selalu berpesan kepada siswa bahwa keberagaman adalah kekuatan bangsa. Kita harus saling menghargai tanpa membedakan agama, ras, dan golongan,” tambahnya.
Pada akhir pembelajaran, Khatherine kerap mengajak siswa melakukan refleksi dan menyampaikan pesan penuh harapan.
“Belajarlah dengan sungguh-sungguh, karena belajar adalah modal besar. Jangan pernah berhenti haus akan ilmu. Bangsa ini membutuhkan pemimpin yang berintegritas, berakhlak, dan mampu merangkul semua golongan,” pesannya kepada para siswa.
Ia pun berharap pengabdiannya sebagai pendidik dapat memberikan dampak luas bagi masyarakat dan bangsa.
“Mari kita memperkuat peran kita di bidang masing-masing. Semoga pengabdian saya di dunia pendidikan membawa manfaat dan berdampak positif bagi masyarakat luas serta masa depan bangsa Indonesia,” tuturnya.
Kisah Khatherine Sesila Manik menjadi gambaran nyata wajah madrasah yang inklusif, ramah, dan menjunjung tinggi moderasi beragama, sejalan dengan visi Asta Protas Kementerian Agama dalam mewujudkan pendidikan yang unggul, humanis, dan terintegrasi bagi seluruh anak bangsa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gimic.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaUj0IA0LKZLdsktWS3G. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Gimic.id
(G-H2)