1. Beranda
  2. Daerah
  3. Komunitas
  4. Nasional
  5. Politik

GAMKI Sumut Apresiasi Keberanian Gubernur Bobby Nasution Rekomendasikan Penutupan PT TPL

Oleh ,

GAMKI Sumatera Utara sebagai simbol sikap tegas organisasi mendukung penutupan PT TPL demi keadilan ekologis dan keselamatan rakyat.

GIMIC.ID, MEDAN — Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Provinsi Sumatera Utara menyampaikan apresiasi atas keberanian Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution yang menerbitkan surat rekomendasi penutupan PT Toba Pulp Lestari (TPL) kepada pemerintah pusat. Langkah tersebut dinilai sebagai wujud kepemimpinan yang responsif terhadap aspirasi rakyat dan berpihak pada keadilan ekologis.

Rekomendasi Gubernur Sumut tersebut langsung direspons oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan melakukan penyegelan dan penghentian operasional PT TPL serta 11 entitas perusahaan kehutanan lainnya. Penindakan ini dilakukan menyusul temuan pelanggaran serius yang diduga berkontribusi terhadap terjadinya banjir bandang dan longsor besar di Sumatera Utara dan Sumatera Barat.

Ketua DPD GAMKI Sumut, Swangro Lumban Batu, S.T., M.Si., menegaskan bahwa Bobby Nasution menunjukkan karakter pemimpin muda yang hadir dan bekerja untuk rakyat. Menurutnya, Gubernur Sumut secara langsung mendengarkan aspirasi masyarakat dan aliansi lingkungan saat audiensi di Kantor Gubernur Sumatera Utara.

“Tanpa berlama-lama, Gubernur langsung merekomendasikan penutupan PT TPL ke pemerintah pusat. Ini bukti keberanian dan kecepatan mengambil keputusan demi keadilan rakyat,” ujar Swangro dalam keterangannya.

Ia menilai langkah tersebut sebagai jawaban nyata atas kegelisahan masyarakat Sumatera Utara yang selama ini terdampak krisis ekologis. “Seorang pemimpin yang baik akan selalu hadir untuk masyarakatnya, mendengarkan aspirasi mereka, dan bekerja keras memenuhi kebutuhan rakyat. Keputusan ini murni demi keadilan masyarakat Sumut,” tegasnya.

Swangro juga menekankan bahwa kondisi ekologis di Sumatera Utara telah berada pada titik kritis sehingga negara tidak boleh ragu menindak tegas setiap perusahaan yang terbukti merusak lingkungan. Ia menyatakan, apabila seluruh proses pemeriksaan, audit, dan penyelidikan membuktikan adanya pelanggaran hukum dan ancaman terhadap keselamatan warga, maka penutupan permanen PT TPL menjadi pilihan yang tidak terelakkan.

“Negara tidak boleh kalah oleh korporasi. Jika terbukti melanggar dan membahayakan masyarakat, PT TPL harus ditutup permanen,” katanya.

Menurut GAMKI, kebijakan penghentian sementara operasional oleh pemerintah pusat belum cukup apabila tidak disertai penegakan hukum yang menyentuh akar persoalan. Swangro menyoroti pentingnya pengusutan aspek pidana lingkungan, termasuk indikasi pencucian uang yang diduga berkaitan dengan aktivitas kehutanan bermasalah.

Berdasarkan data terbaru, PT TPL diketahui mengantongi konsesi hampir 168.000 hektare yang tersebar di 12 kabupaten/kota di Sumatera Utara. Dari luasan tersebut, sekitar 46.000 hektare ditanami eucalyptus dan 48.000 hektare diklaim sebagai kawasan konservasi. Namun, laporan masyarakat sipil menemukan sekitar 33.266 hektare konsesi bermasalah karena berada di kawasan hutan lindung dan Areal Penggunaan Lain (APL). Sejumlah temuan juga mengindikasikan penanaman di luar izin resmi yang dinilai meningkatkan risiko banjir dan longsor.

Dalam beberapa bulan terakhir, sedikitnya enam wilayah konsesi dilaporkan mengalami bencana ekologis. Fakta ini memperkuat dugaan bahwa kerusakan tutupan hutan berperan signifikan dalam memperparah bencana lintas provinsi.

KLHK sebelumnya telah menyegel 11 entitas usaha kehutanan yang terdiri dari empat perusahaan besar dan tujuh perusahaan pemegang izin pemanfaatan hutan tanaman (PHAT). Pemeriksaan meliputi dugaan illegal logging, pelanggaran komitmen no deforestation, hingga potensi tindak pidana lingkungan.

Swangro menegaskan bahwa GAMKI tidak menolak investasi maupun kehadiran industri. Namun, ia menekankan bahwa seluruh aktivitas usaha harus berpijak pada hukum dan keadilan ekologis.

“Kami tidak anti-ekonomi. Yang kami tolak adalah praktik yang merusak hutan, mengabaikan masyarakat adat, dan merampas masa depan generasi muda Sumut,” ujarnya.

GAMKI juga menyoroti pentingnya menjaga stabilitas lapangan kerja melalui transisi industri yang adil, tanpa memindahkan beban krisis lingkungan kepada masyarakat kecil. Gelombang protes dari masyarakat adat, aktivis lingkungan, dan warga terdampak bencana dinilai sebagai refleksi meningkatnya kesadaran ekologis publik.

“Suara rakyat bukan radikalisme. Itu adalah alarm moral yang harus didengar negara,” tegas Swangro.

Dalam pernyataannya, GAMKI mengaitkan sikap tegas tersebut dengan nilai Kristiani Ora et Labora—berdoa dan bekerja—sebagai landasan moral untuk merawat ciptaan dan melindungi sesama, terutama kelompok rentan terhadap bencana alam.

GAMKI menyatakan kesiapan menjadi jembatan komunikasi antara pemerintah, masyarakat adat, akademisi, dan korporasi dalam penataan ulang tata kelola kehutanan di Sumatera Utara. Organisasi ini mendorong audit menyeluruh dan transparan, pemulihan daerah aliran sungai, serta penataan ulang kawasan konsesi berbasis peta tematik yang sahih.

“Pemulihan Sumut dimulai dari keberanian menutup sumber kerusakan. Jika TPL terbukti menjadi salah satu sumbernya, maka penutupan permanen adalah jalan keadilan,” kata Swangro.

GAMKI juga mengapresiasi Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni yang dinilai konsisten tidak menerbitkan izin atau melepaskan kawasan hutan di wilayah Sumatera dan Aceh yang terdampak banjir, serta telah melakukan audit dan evaluasi mendalam sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.

Swangro menutup pernyataannya dengan sikap tegas dan lugas, menegaskan komitmen GAMKI untuk terus mengawal keadilan ekologis dan keselamatan masyarakat Sumatera Utara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gimic.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaUj0IA0LKZLdsktWS3G. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Gimic.id
(G-H2) 

Baca Juga