Eksistensi Perawat di Tengah Bencana Sumatera: Ilmu, Empati, dan Aksi yang Bertemu di Tenda Pengungsian

“Seorang mahasiswa keperawatan melakukan observasi lapangan sambil mencatat data menggunakan tablet di area kampus yang rindang.”

GIMIC.ID, MEDAN — Rentetan bencana banjir dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Pulau Sumatera, khususnya Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Tengah, menimbulkan dampak besar bagi masyarakat. Berdasarkan laporan terbaru Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), lebih dari 900 orang meninggal dunia, ratusan warga dinyatakan hilang, dan ribuan lainnya mengalami luka-luka. Sementara itu, lebih dari jutaaan warga harus meninggalkan rumah dan tinggal di tenda-tenda pengungsian.

Di tengah situasi darurat tersebut, keberadaan perawat menjadi garda terdepan dalam penanganan kondisi kesehatan masyarakat. Tidak hanya sekadar tenaga medis, mereka hadir sebagai penyelamat, pendamping psikososial, dan figur penguat harapan di antara para penyintas bencana.

Mengapa Perawat Penting di Tengah Bencana?

Eksistensi keperawatan dibangun atas landasan ilmu, moral, dan kemanusiaan. Dalam situasi bencana, masyarakat kehilangan tenda tinggal, akses air bersih, makanan, layanan kesehatan, hingga rasa aman. Perawat menjadi profesi yang berada paling dekat dengan kebutuhan tersebut.

Menurut pandangan keilmuan keperawatan, manusia dipahami sebagai makhluk yang membutuhkan dukungan secara fisik, psikososial, spiritual, dan kultural. Karena itu, pelayanan perawat tidak hanya berbicara soal mengobati luka, tetapi juga menyentuh aspek martabat dan harapan hidup manusia sebagai penyintas.

Aksi Nyata Perawat di Lokasi Bencana dan Tenda Pengungsian

Perawat menjadi pelaku utama dalam penanganan awal korban, termasuk:

  • Triage dan penilaian cepat kondisi korban, seperti luka, hipotermia, dehidrasi, dan penyakit infeksi.
  • Menentukan prioritas perawatan, terutama bagi kelompok rentan: bayi, lansia, ibu hamil, dan penyintas dengan penyakit kronis.
  • Memberikan pertolongan pertama, termasuk perawatan luka, stabilisasi pasien, dan penanganan trauma.
  • Menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan pengungsian, untuk mencegah menyebarnya penyakit berbasis lingkungan.
  • Pendampingan psikososial, termasuk memberikan ketenangan pada anak-anak, membantu penyintas mengatasi trauma, serta memulihkan rasa aman.
  • Koordinasi evakuasi, rujukan medis, dan distribusi logistik kesehatan.

Di tenda pengungsian, perawat juga menjadi sosok yang menghadirkan kehangatan kemanusiaan. Mereka membantu warga yang kehilangan anggota keluarga, memberikan dukungan emosional, dan memastikan para penyintas tetap mendapatkan kenyamanan meski di tengah keterbatasan.

Perawat Sebagai Harapan di Tengah Duka

Ketika hujan deras, lumpur, dan jalan terputus memperparah kondisi bencana, para penyintas mengalami ketidakpastian dan ketakutan. Di saat seperti itu, kehadiran perawat menjadi simbol bahwa masih ada yang peduli dan mendampingi mereka.

Di dalam tenda pengungsian, perawat menenangkan anak-anak, membantu ibu melahirkan dalam kondisi terbatas, merawat lansia yang sakit, hingga memastikan makanan dan air minum layak tersedia. Dengan ilmu dan empati, mereka menjadi jembatan harapan bagi keluarga yang kehilangan segalanya.

Perawat bukan hanya tenaga medis, tetapi juga “penjaga kemanusiaan” yang memastikan penyintas bencana tetap memiliki kesempatan untuk bertahan hidup.

Di tengah bencana besar yang melanda Sumatera, perawat memainkan peran yang tidak tergantikan. Kombinasi ilmu, empati, dan aksi cepat membuat profesi ini menjadi salah satu kunci utama keselamatan warga. Mereka hadir tidak hanya sebagai penyembuh luka fisik, tetapi juga penyambung asa di tengah situasi paling kelam.

breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gimic.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaUj0IA0LKZLdsktWS3G. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Gimic.id

(G-H2)

Komentar

Loading...