1. Beranda
  2. Hukum & Kriminal

Kuasa Hukum Soroti Kejanggalan Penanganan Kasus Rahmadi: Minta Propam Transparan, Divpropam Mabes Polri Diminta Turun Tangan

Oleh ,

Kuasa hukum Rahmadi saat berada di depan ruang Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Utara usai menyampaikan perkembangan laporan dugaan penganiayaan oleh oknum polisi.

GIMIC.ID, MEDAN — Kuasa Hukum Aktivis Tanjungbalai, Rahmadi, kembali menyoroti dugaan kejanggalan dalam penanganan laporan penganiayaan yang diduga dilakukan oleh oknum polisi dari Ditresnarkoba Polda Sumatera Utara. M. Ronal Siahaan, selaku kuasa hukum, menilai Propam Polda Sumut tidak memberikan sanksi tegas terhadap oknum Kompol DK yang diduga melakukan kekerasan berlebihan saat penangkapan kliennya.

Kekecewaan Ronal semakin menguat setelah mencuatnya kasus pencopotan Kabid Propam Polda Sumut, Kombes Julihan Muntaha, yang terseret dugaan pemerasan terhadap anggota bermasalah di internal Propam. Selain itu, Kasubbid Paminal Propam, Kompol Agustinus Chandra Pietama, juga dicopot dalam kasus yang sama.

“Jika pimpinan Propam saja terlibat pemerasan, bagaimana kami bisa percaya bahwa laporan kami ditangani secara objektif? Dugaan kami, kasus Rahmadi juga tidak ditangani secara profesional,” tegas Ronal, Senin (1/12/2025).

Menurut Ronal, putusan banding etik terhadap Kompol DK seharusnya lebih berat daripada putusan sebelumnya. Ia menilai hukuman demosi tiga tahun tidak mencerminkan keadilan mengingat dugaan penganiayaan terhadap Rahmadi terekam jelas oleh CCTV sebuah toko.

Dalam rekaman tersebut, Rahmadi—yang dituduh memiliki 10 gram narkoba—tampak diinjak, dipukul menggunakan gagang pistol, hingga mengalami lebam serius di wajah dan tubuh.

“Tindakan brutal ini jelas melanggar Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan. Penyalahgunaan wewenang juga diatur dalam Pasal 17 dan 18 UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan,” jelas Ronal.

Ia menambahkan, Perkapolri No. 8 Tahun 2009 secara tegas melarang penyiksaan, tindakan tidak manusiawi, dan penggunaan kekerasan berlebihan.

“Seharusnya Kompol DK beserta personel lain dikenai PTDH, bukan hanya demosi. Ini bentuk pelanggaran etik berat,” tegasnya.

Di sisi lain, Rahmadi kini telah dijatuhi hukuman lima tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Tanjungbalai. Putusan tersebut sedang dalam proses banding oleh tim hukum M. Ronal Siahaan & Partners di Pengadilan Tinggi Medan.

Selain dugaan penganiayaan, tim kuasa hukum juga mempertanyakan laporan terkait dugaan pencurian uang dari mobile banking Rahmadi oleh oknum yang terlibat dalam penangkapan.

Ronal menilai, pola penanganan Propam Polda Sumut terhadap kasus Rahmadi menyimpan banyak kejanggalan sehingga berpotensi tidak objektif, terutama setelah skandal pemerasan yang menyeret pimpinan Propam.

“Faktanya, Kabid Propam yang menangani laporan kami ternyata terlibat pemerasan terhadap personel bermasalah. Bagaimana kami bisa tidak menduga adanya permainan dalam laporan kami?” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa dugaan penganiayaan terhadap Rahmadi bukan sekadar pelanggaran etik, tetapi juga berpotensi melanggar HAM, mengingat bukti rekaman CCTV dan tudingan kriminalisasi penangkapan.

“Kami mendesak Divpropam Mabes Polri dan Kapolri turun langsung menangani kasus ini. Laporan pelanggaran kode etik sudah kami ajukan, dan kami berharap pusat mengambil alih kasus yang penuh tanda tanya ini,” tutup Ronal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gimic.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaUj0IA0LKZLdsktWS3G. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Gimic.id

(G-RSD)

Baca Juga