Kasus Kekerasan Seksual Anak di Simalungun Disorot, Proses Hukum Dinilai Lamban dan Tidak Berpihak pada Korban

Dua pria yang diduga sebagai tersangka dalam kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak di Kabupaten Simalungun. 

GIMIC.ID, SIMALUNGUN – Kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kabupaten Simalungun kembali menjadi sorotan publik. Lambannya proses hukum, dugaan pelanggaran prosedur persidangan, serta ketidakkonsistenan penanganan perkara menimbulkan kekhawatiran serius terhadap komitmen aparat penegak hukum dalam melindungi hak-hak korban anak.

Salah satu kasus yang mencuat adalah dugaan kekerasan seksual yang menimpa seorang anak perempuan berusia 14 tahun, sebut saja Mawar, di Kecamatan Silau Kahean. Ibunya, AMS, telah melaporkan peristiwa tersebut ke Polres Simalungun sejak 5 November 2024 dengan Nomor LP/B/325/XI/2024/SPKT/Polres Simalungun/Polda Sumut.

Namun hingga lebih dari satu tahun berlalu, keluarga korban menilai proses hukum berjalan stagnan. Dua terlapor berinisial JD dan RS telah ditetapkan sebagai tersangka, tetapi belum juga dilakukan penangkapan.

"Saya sudah lelah memperjuangkan keadilan untuk anak saya. Apa karena kami orang tidak mampu, jadi keadilan sulit kami dapatkan?" ungkap AMS dengan suara bergetar.

Lebih ironis, AMS mengaku justru diminta pihak kepolisian untuk membantu mencari keberadaan tersangka. Hal tersebut membuat keluarga merasa terbebani dan kehilangan rasa aman. Akhirnya, AMS melayangkan surat terbuka kepada Presiden RI Prabowo Subianto, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, hingga Kapolda Sumut Irjen Whisnu Hermawan Februanto.

Selain kasus Mawar, Aliansi Sumut Bersatu (ASB) juga menyoroti dua perkara serupa yang disidangkan di Pengadilan Negeri Simalungun dengan nomor register 414/Pid.Sus/2024/PN Sim dan 415/Pid.Sus/2024/PN Sim.

Dalam persidangan tersebut, anak korban justru dipertemukan langsung dengan terdakwa, yang mengakibatkan trauma psikologis mendalam dan membuat korban tidak berani memberikan kesaksian dengan leluasa. Praktik ini dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) yang mewajibkan sidang anak dilakukan secara tertutup dan melindungi kondisi psikologis korban.

Tak hanya itu, majelis hakim hanya menjatuhkan vonis 6 dan 7 tahun penjara berdasarkan UU Perlindungan Anak, tanpa mencantumkan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), yang sejatinya memberikan perlindungan lebih komprehensif bagi korban.

Berbeda dengan kasus Mawar, Polres Simalungun menunjukkan respons cepat dalam kasus pencabulan anak di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon pada awal Mei 2025. Kapolres Simalungun AKBP Marganda Aritonang mengungkap penangkapan empat tersangka berinisial AS, JS, KL, dan TB.

Keempatnya langsung diamankan dan diproses hukum. Polisi juga menggandeng Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) untuk mendampingi pemulihan psikologis korban.

Perbedaan drastis ini memunculkan pertanyaan besar terkait konsistensi dan standar penegakan hukum di wilayah Simalungun.

Saat dikonfirmasi terkait lambannya penanganan kasus Mawar, Kasat Reskrim Polres Simalungun Herison Simanullang hanya menyatakan singkat, “Saya cek dulu ya.” Hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi lanjutan maupun tanggapan resmi dari Kapolda Sumut.

Aliansi Sumut Bersatu pun menyampaikan sejumlah tuntutan, di antaranya:

  • Mendesak jaksa mengajukan banding atas putusan yang dinilai tidak mencerminkan rasa keadilan.
  • Mendorong Mahkamah Agung memperketat pengawasan penanganan perkara kekerasan seksual anak.
  • Memastikan penerapan UU TPKS No. 12 Tahun 2022 secara maksimal.
  • Meminta Komnas Perempuan dan lembaga HAM melakukan monitoring khusus di Simalungun.

Kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak di Simalungun merefleksikan ketimpangan serius dalam sistem penegakan hukum. Proses yang lamban, prosedur yang tidak ramah korban, hingga inkonsistensi penanganan berpotensi memperdalam trauma dan bahkan menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum.

Diperlukan langkah tegas, transparan, dan berkeadilan dari aparat penegak hukum agar korban tidak terus menjadi pihak yang terabaikan. Keadilan seharusnya hadir tanpa memandang latar belakang sosial dan ekonomi korban.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gimic.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaUj0IA0LKZLdsktWS3G. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Gimic.id

(G-H2/Red)

Komentar

Loading...