Kuasa Hukum Nilai Kasus Narkotika Rahmadi Sarat Rekayasa, Minta Hakim Bebaskan Terdakwa

Kuasa hukum Rahmadi membacakan duplik di Pengadilan Negeri Tanjungbalai, Selasa (21/10/2025). Mereka menilai kasus kliennya sarat rekayasa dan penuh kejanggalan.
GIMIC.ID, TANJUNGBALAI – Tim kuasa hukum terdakwa kasus narkotika, Rahmadi, menilai perkara yang menjerat kliennya penuh kejanggalan dan sarat rekayasa. Mereka pun meminta majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tanjungbalai untuk membebaskan Rahmadi dari seluruh dakwaan yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU).
Penegasan itu disampaikan kuasa hukum Rahmadi, Ronald M. Siahaan, dalam sidang beragenda pembacaan duplik di PN Tanjungbalai, Selasa (21/10/2025). Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Karolina Selfia Sitepu.
“Perkara ini bukan murni penegakan hukum, tetapi bentuk pembungkaman terhadap perjuangan klien kami dalam menyoroti isu penyalahgunaan narkotika di Polda Sumut,” tegas Ronald di ruang sidang.
Tim penasihat hukum yang terdiri dari Ronald M. Siahaan, Thomas J. Tarigan, dan Suhandri Umar Tarigan, menyatakan proses hukum terhadap Rahmadi cacat sejak awal. Berdasarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) tertanggal 3 Maret 2025, Rahmadi sudah ditetapkan sebagai tersangka sebelum diperiksa penyidik.
Padahal, merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, penetapan tersangka harus didahului pemeriksaan terhadap calon tersangka.
Dalam duplik setebal 29 halaman itu, tim pembela juga menyoroti sejumlah kejanggalan dalam surat dakwaan dan replik JPU, termasuk perbedaan lokasi penangkapan.
“Menurut kami, Rahmadi ditangkap di Jalan Yos Sudarso, tetapi dalam dakwaan disebut di Jalan Arteri. Kesalahan locus delicti bukan sekadar salah ketik, melainkan mengubah substansi perkara,” ujar Ronald.
Kuasa hukum juga menuding adanya manipulasi barang bukti. Berdasarkan rekaman video yang mereka peroleh, salah satu penyidik, Victor Topan Ginting, tampak memegang benda yang disebut sebagai sabu sebelum penggeledahan dilakukan.
“Barang bukti 10 gram sabu itu sejatinya milik tersangka lain, yakni Andre Yusnijar dan Ardiansyah Saragih alias Lombek. Namun, barang tersebut diduga dialihkan dan dikaitkan untuk menjerat Rahmadi,” sebut Ronald.
Selain itu, penggeledahan terhadap mobil Rahmadi juga dinilai tidak sesuai prosedur.
“Penggeledahan hanya disaksikan satu warga sipil, padahal aturan mewajibkan dua saksi. Satu saksi bukanlah saksi,” tegas Ronald, mengutip asas hukum unus testis nullus testis.
Rahmadi, yang dikenal sebagai relawan antinarkoba BNN sejak 2020, ditangkap pada Maret lalu dan didakwa memiliki 10 gram sabu. Dalam pembelaannya, ia mengaku disiksa dan diperas penyidik.
Kuasa hukum juga menyoroti hilangnya uang Rp11,2 juta dari rekening Rahmadi setelah penyidik Victor Topan Ginting diduga meminta secara paksa PIN M-Banking milik kliennya dengan dalih kepentingan penyidikan.
“Tindakan ini tidak hanya menyalahi prosedur, tetapi juga mencederai integritas penyidikan,” ujar Ronald.
Pengaduan atas dugaan penyiksaan, pemerasan, dan rekayasa bukti telah dilayangkan ke Propam Polda Sumut, Kompolnas, dan Komnas HAM. Dua penyidik, yakni Kompol Dedi Kurniawan dan Victor Topan Ginting, kini dikabarkan telah dinonaktifkan dan menunggu sidang etik.
Tim pembela juga menolak dakwaan jaksa yang menyebut Rahmadi diperintah seseorang bernama Amri alias Nunung untuk mengantar sabu.
“Hasil forensik digital tidak menunjukkan adanya komunikasi antara keduanya. Tidak ada satu pun alat bukti yang sah,” terang Suhandri Umar Tarigan.
Menutup dupliknya, tim pembela meminta majelis hakim menjatuhkan putusan berdasarkan nurani hukum dan keadilan sosial.
“Kami percaya majelis hakim akan menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah,” ujar Umar.
Usai persidangan, Ronald M. Siahaan menyampaikan pesan agar publik tetap kritis terhadap potensi rekayasa dalam penegakan hukum, khususnya dalam kasus narkotika.
“Kasus Rahmadi adalah cermin betapa mudahnya hukum dipelintir menjadi alat kekuasaan. Masyarakat harus berani mengawasi penegakan hukum. Jangan biarkan perang melawan narkoba berubah menjadi perang melawan orang yang kritis,” pungkasnya.
Sidang akan dilanjutkan pada Kamis, 30 Oktober 2025, dengan agenda pembacaan putusan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gimic.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaUj0IA0LKZLdsktWS3G. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Gimic.id
(G-RSD)
Komentar