1. Beranda
  2. News Update

Ibu Deswita, Penerang Cahaya Qur’an di Medan Sunggal

Oleh ,

Ibu Deswita membimbing anak-anak membaca Al-Qur’an dalam kegiatan Maghrib Mengaji di Masjid Al-Muawannah, Medan Sunggal, Senin (20/10/2025).

GIMIC.ID, MEDAN – Suara lembut anak-anak melantunkan ayat suci Al-Qur’an menggema dari Masjid Al-Muawannah, di kawasan Medan Sunggal, setiap sore menjelang Maghrib. Saf depan masjid itu selalu dipenuhi wajah-wajah ceria anak-anak yang membawa iqra dan mushaf kecil di tangan. Di antara mereka, hadir sosok perempuan paruh baya dengan senyum teduh dan suara lembut yang menyapa satu per satu muridnya. Dialah Ibu Deswita, guru Maghrib Mengaji yang telah lebih dari satu dekade mengabdikan diri membimbing generasi muda mencintai Al-Qur’an.

Sebelum dikenal sebagai guru Maghrib Mengaji di Masjid Al-Muawannah, Ibu Deswita memulai langkahnya dari ruang tamu sederhana di rumahnya. Dengan niat tulus menebarkan ilmu agama, ia mengajar anak-anak sekitar membaca iqra dan Al-Qur’an.

“Dulu saya cuma ngajar anak-anak tetangga di rumah, sekadar mengisi waktu sore. Tapi lama-lama, semakin banyak yang datang,” kenangnya dengan senyum hangat, Senin (20/10/2025).

Ketulusan dan kesabarannya membuat masyarakat sekitar menaruh kepercayaan besar kepadanya. Pada tahun 2015, Badan Kenaziran Masjid (BKM) Al-Muawannah memintanya bergabung sebagai guru Maghrib Mengaji. Sejak saat itu, Ibu Deswita menjadi bagian penting dari gerakan keagamaan yang menumbuhkan semangat religius di lingkungan sekitar masjid.

Kini, sekitar dua puluh anak rutin mengikuti kegiatan Maghrib Mengaji setiap sore. Mereka tidak hanya belajar membaca Al-Qur’an dan memahami tajwid, tetapi juga belajar menulis huruf Arab serta menghafal surat-surat pendek.

Bagi Ibu Deswita, mengajar bukan sekadar membimbing bacaan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai adab dan akhlak.
“Saya ajarkan mereka untuk hormat kepada guru dan orang tua, serta jujur saat belajar. Karena mengaji itu bukan hanya soal membaca, tapi juga belajar jadi pribadi yang baik,” ujarnya dengan lembut.

Kedekatan antara Ibu Deswita dan murid-muridnya begitu hangat. Pernah suatu kali beliau tidak dapat hadir karena kurang sehat, namun anak-anak tetap datang ke masjid dan menunggu.
“Mereka bilang, ‘Bu, ngaji aja di rumah Ibu.’ Saya terharu sekali. Bahkan waktu hujan deras pun, mereka rela datang dengan baju basah hanya untuk belajar,” kisahnya penuh haru.

Di usia yang tidak lagi muda, Ibu Deswita menganggap setiap kesempatan mengajar sebagai karunia besar dari Allah SWT.
“Saya ini sebenarnya sudah tua, kalau belajar mungkin susah paham. Tapi Allah kasih saya kemampuan untuk mengajar anak-anak. Itu bukan karena saya pintar, tapi karena Allah yang menolong. Mungkin karena keikhlasan juga, Allah bukakan jalan,” tuturnya dengan mata berkaca-kaca.

Selama bertahun-tahun, beliau telah membimbing banyak anak hingga mahir membaca Al-Qur’an. Beberapa di antaranya kini sudah beranjak dewasa, melanjutkan pendidikan, bahkan berkeluarga. Namun, bagi Ibu Deswita, kebahagiaan sejati adalah ketika murid-muridnya tumbuh menjadi generasi yang cinta Al-Qur’an.
“Kadang kalau bertemu di jalan, mereka menyapa dengan sopan, bilang ‘Bu, saya dulu ngaji sama Ibu.’ Rasanya hati ini hangat sekali. Itu rezeki yang tidak ternilai,” ujarnya penuh syukur.

Dari banyak pengalaman mengajar, ada satu kisah yang paling membekas di hati Ibu Deswita. Ia pernah membimbing seorang anak dengan keterbatasan dalam berkomunikasi yang hanya bisa memahami ucapan dengan membaca gerakan bibir. Prosesnya penuh tantangan, namun ia tidak pernah menyerah.

“Hari demi hari saya sabar menuntunnya, sampai akhirnya dia bisa membaca Al-Qur’an dengan lancar. Itu pengalaman paling berharga dalam hidup saya. Setiap kali dia berhasil membaca, saya menangis haru. Saya tahu, itu semua karena pertolongan Allah,” ungkapnya lirih.

Kini, selain mengajar anak-anak di Maghrib Mengaji, Ibu Deswita juga sering diminta memberikan bimbingan membaca Al-Qur’an bagi keluarga-keluarga di sekitar lingkungan masjid. Kepercayaan itu menjadi bukti nyata bahwa ketulusan dan keikhlasannya benar-benar dirasakan masyarakat.

Setiap selesai mengajar, Ibu Deswita memiliki kebiasaan yang menyentuh hati.
“Saya sering mengusap kepala anak-anak dan berdoa dalam hati, semoga ilmu yang saya ajarkan bermanfaat buat mereka. Kalau nanti saya sudah gak ada, semoga mereka terus ingat dan bisa mengamalkannya,” ucapnya dengan nada penuh kasih.

Sore demi sore, Masjid Al-Muawannah terus hidup oleh semangat anak-anak yang belajar mengaji. Di antara suara tadarus mereka, terselip doa dan harapan seorang guru yang dengan penuh cinta menyalakan cahaya ilmu di tengah masyarakat.

Kisah Ibu Deswita mengajarkan bahwa dakwah tidak selalu dilakukan dari mimbar besar, tetapi bisa tumbuh dari kesederhanaan, dari hati yang ikhlas.
“Selama saya masih bisa, saya akan terus mengajar. Karena bagi saya, mengajar itu bukan pekerjaan. Itu panggilan hati,” tutupnya dengan senyum menenangkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gimic.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaUj0IA0LKZLdsktWS3G. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Gimic.id

(G-H2)