Pernyataan dan Kebijakan Kontroversial Kombes Ferry Walintukan Sebagai Kabid Humas Polda Sumut Tuai Sorotan

Kabid Humas Polda Sumatera Utara Kombes Pol Ferry Walintukan saat memberikan keterangan di ruang kerjanya, baru-baru ini.
GIMIC.ID, MEDAN — Sosok Kombes Pol Ferry Walintukan menjadi sorotan publik sejak menjabat sebagai Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Sumatera Utara. Sejumlah kebijakan dan pernyataannya dianggap tidak sejalan dengan prinsip keterbukaan informasi dan etika komunikasi publik.
Kontroversi terbaru mencuat setelah pernyataannya yang melarang wartawan memuat hasil konfirmasi tanpa izin darinya, bahkan disertai ancaman menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Peristiwa itu terjadi saat salah satu kru media melakukan konfirmasi terkait maraknya aktivitas perjudian di Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai. Dalam wawancara, wartawan telah memperkenalkan diri serta menjelaskan tujuan konfirmasi. Namun di akhir percakapan, Kombes Ferry justru memperingatkan agar hasil wawancara tidak dipublikasikan.
“Anda tahu tidak Kode Etik Jurnalistik? Tahu nggak aturan Dewan Pers? Kalau saya tidak mengizinkan untuk direkam. Sebelum Anda berbuat ya, saya kasih tahu terlebih dahulu sanksi hukumnya,” ujar Ferry Walintukan, Kamis (16/10/2025).
Tak hanya itu, Ferry juga menyatakan bahwa dirinya tidak akan lagi memberikan tanggapan kepada wartawan di kemudian hari.
“Habis ini saya sudah tidak menjawab lagi ya bro, terima kasih, sudah cukup saya tanggapi. Lain kesempatan saya tidak mau lagi menanggapi,” ucapnya menutup wawancara.
Kombes Ferry Walintukan resmi menjabat sebagai Kabid Humas Polda Sumut sejak 24 Maret 2025, setelah sebelumnya bertugas sebagai Analis Kebijakan Madya Bidang Pio Divhumas Polri. Dalam masa jabatannya, ia menerapkan sejumlah aturan yang disebut-sebut membatasi ruang gerak wartawan.
Di bawah kepemimpinannya, bidang humas Polda Sumut disebut mengelompokkan wartawan ke dalam beberapa grup WhatsApp, di antaranya “Mitra Penmas Sumut” dan “Sahabat Media”. Kedua grup tersebut menjadi wadah distribusi rilis resmi Polda Sumut.
Namun, aturan internal dalam grup tersebut disebut cukup ketat. Wartawan yang tidak mempublikasikan rilis yang dibagikan disebut dapat dikeluarkan dari grup.
Informasi ini dibenarkan oleh Briptu Fajaransyah, staf Humas Polda Sumut.
“Per tiga bulan, kami akan lakukan penyegaran. Kami akan melihat feedback dari wartawan yang ada di dalam grup,” ujar Fajar kepada wartawan, Sabtu (18/10/2025).
Fajar menambahkan, aturan tersebut merupakan instruksi langsung dari Kabid Humas Ferry Walintukan.
Menurutnya, rilis berita yang dibagikan sebagian besar berupa laporan kegiatan dan peristiwa, sehingga tidak memerlukan proses verifikasi tambahan.
“Rilis yang kita bagikan dominan berita peristiwa. Jadi tak perlu kroscek lagi. Group ‘Sahabat Media’ dibuat untuk menempah wartawan pemula agar rajin menaikkan rilis tentang kinerja Polda Sumut,” jelasnya.
“Kalau mereka rajin, nanti bisa digabungkan ke grup ‘Mitra Penmas Sumut’,” imbuhnya.
Kebijakan tersebut menuai kritik dari kalangan jurnalis karena dinilai mengekang independensi media dan berpotensi melemahkan fungsi kontrol sosial pers.
Sebelumnya, Kombes Ferry Walintukan juga sempat menjadi sorotan dalam kasus viral mobil dinas polisi yang dikendarai anak Plh Kasi Propam Polres Tapanuli Selatan (Tapsel) bersama seorang perempuan muda.
Dalam keterangan awalnya kepada media, Ferry menyebut bahwa perempuan dalam video tersebut adalah guru dari anak pejabat polisi itu.
“Hal itu kita ketahui bahwa wanita itu sebagai gurunya berdasarkan hasil klarifikasi terhadap anak yang membawa mobil dinas tersebut,” kata Ferry kepada wartawan saat itu.
Namun pernyataannya kemudian berbeda dengan keterangan mantan Kapolres Tapsel AKBP Yasir Ahmadi, yang menyebut bahwa perempuan tersebut adalah pacar dari anak Plh Kasi Propam Polres Tapsel.
Belakangan, Yasir mengklarifikasi ucapannya dan menyebut bahwa pernyataannya sebelumnya hanya merupakan dugaan awal. Ia membenarkan bahwa perempuan tersebut memang guru dari remaja berusia 16 tahun tersebut.
Kasus ini sempat memicu kebingungan publik dan kritik terhadap kinerja kehumasan Polda Sumut yang dianggap kurang konsisten dalam menyampaikan informasi resmi.
Sejumlah pengamat komunikasi publik dan jurnalis di Sumatera Utara menilai, sikap dan kebijakan yang diterapkan oleh Kabid Humas Polda Sumut tidak mencerminkan prinsip keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 dan Kode Etik Jurnalistik.
Humas institusi negara seharusnya berperan sebagai jembatan komunikasi antara kepolisian dan masyarakat, bukan sebagai filter yang membatasi akses informasi wartawan.
Sikap yang mengekang dan ancaman hukum terhadap jurnalis dinilai dapat merusak hubungan kemitraan antara aparat penegak hukum dan media, yang sejatinya saling melengkapi dalam menjaga transparansi dan kepercayaan publik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gimic.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaUj0IA0LKZLdsktWS3G. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Gimic.id
(G-H2/Red)
Komentar