Jerit Keluarga Rahmadi: Desak Kapolri Usut Dugaan Rekayasa Kasus Narkoba di Tanjungbalai

Seorang anggota keluarga Rahmadi menangis sambil menunjukkan foto dan bukti dugaan rekayasa kasus narkoba di rumah mereka di Tanjungbalai, Minggu (21/9/2025).
GIMIC.ID, TANJUNGBALAI – Jeritan keluarga Rahmadi pecah dari sebuah rumah sederhana di Kota Tanjungbalai. Mereka mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo turun tangan mengusut dugaan rekayasa kasus narkoba yang menjerat Rahmadi (34), yang kini duduk di kursi terdakwa.
Bagi keluarga, Rahmadi bukanlah penjahat, melainkan korban rekayasa hukum. Sejak awal penangkapan, berbagai kejanggalan sudah muncul. Rekaman CCTV dari sebuah toko pakaian pada 3 Maret 2025 memperlihatkan tubuh Rahmadi dipiting, diinjak, dan dihantam gagang pistol oleh aparat yang dipimpin Kanit 1 Ditresnarkoba Polda Sumut, Kompol Dedi Kurniawan (DK).
“Adik kami diperlakukan seperti binatang. Padahal dia bukan pelaku,” ujar Eli Daharnum, kakak Rahmadi, Minggu (21/9/2025).
Sepekan setelah ditahan, keluarga mendapati saldo Rp11,2 juta dalam rekening M-Banking Rahmadi raib. Padahal, ponselnya sudah lebih dulu disita polisi sejak hari penangkapan. Ironisnya, penyitaan itu tidak disertai dokumen resmi, berita acara, ataupun laporan digital forensik.
“Kami menduga ada yang membuka akses rekening setelah ponsel disita, dan Rp11,2 juta mengalir ke rekening BCA dengan inisial Boru Purba,” kata Eli.
Kejanggalan juga tampak pada barang bukti. Sabu seberat 10 gram yang sejatinya disita dari tersangka lain, Andre Yusnijar, tiba-tiba muncul untuk menjerat Rahmadi. Fakta ini makin mencurigakan saat diuji di persidangan.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Tanjungbalai, 14 Agustus 2025, dua anggota Ditresnarkoba Polda Sumut, Bripka Toga M Parhusip dan Gunarto Sinaga, memberikan keterangan berbeda. Toga menyebut sabu ditemukan di bawah jok depan mobil Rahmadi, sementara Gunarto menyebutnya ada di bawah kursi pengemudi.
Perbedaan mencolok itu sempat mendapat sorotan dari majelis hakim. “Apakah benar barang bukti itu kalian temukan? Bukan kalian yang menaruhnya, kan?” tanya hakim anggota.
Kemarahan warga pun meledak. Akhir Juli 2025, puluhan warga Tanjungbalai mendatangi Mapolda Sumut di Medan, mendesak pencopotan Kompol Dedi Kurniawan dan pengusutan dugaan rekayasa. Poster bertuliskan “Bebaskan Rahmadi”, “Stop Kriminalisasi”, hingga “Pecat Kompol DK” dibentangkan di depan gerbang Polda Sumut.
“Kalau polisi bisa seenaknya merekayasa kasus, siapa pun bisa jadi korban,” teriak seorang orator.
Namun hingga massa bubar menjelang sore, tak seorang pun pejabat utama Polda Sumut keluar menemui pengunjuk rasa.
Belakangan, Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Ferry Walintukan, tidak menampik adanya tindakan di luar prosedur. Ia menyebut tindakan yang dilakukan Kompol DK tergolong berlebihan.
“Penangkapan yang dilakukan memang tidak menyalahi prosedur hukum. Tapi tindakan Kompol DK saat itu berlebihan,” kata Ferry.
Meski begitu, terkait sanksi, Ferry menyerahkan sepenuhnya kepada mekanisme internal. “Nantinya akan ditentukan oleh ankum (atasan yang berwenang menghukum) di Direktorat Reserse Narkoba. Apakah ada pelanggaran disiplin atau kode etik, itu akan dinilai di sana,” ujarnya.
Di ruang sidang, keluarga Rahmadi hampir selalu hadir. Setiap kali nama Rahmadi dikaitkan dengan sabu, Eli tak kuasa menahan tangis.
“Bu hakim yang terhormat. Atas nama keluarga, saya berharap Bu hakim dapat bersikap objektif, adil, dan bijaksana dalam menilai keterangan saksi-saksi sehingga nantinya memberi keadilan bagi kami,” ucap Eli lirih.
Bagi keluarga, perkara ini bukan hanya soal vonis bersalah atau bebas, tetapi juga mencari jawaban: siapa yang menguras rekening Rahmadi, mengapa sabu milik orang lain dipakai menjeratnya, dan mengapa aparat yang terekam melakukan kekerasan belum diperiksa.
Desakan pun merambat hingga ke pucuk pimpinan Polri. Nama Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo disebut lantang. Keluarga berharap Kapolri turun tangan memastikan jajaran di bawahnya bersih dari praktik rekayasa, karena mereka menilai Kapolda Sumut, Irjen Wisnu Hermawan Februanto, tak mampu menindak Kompol DK.
Jika kasus ini dibiarkan, kata keluarga, bukan hanya Rahmadi yang menjadi korban, melainkan juga kepercayaan publik terhadap Polri. Program Presisi yang selama ini digaungkan akan runtuh oleh praktik semacam ini.
“Kalau tidak segera diselesaikan, Presisi hanya jadi slogan. Kepercayaan masyarakat malah hilang,” tegas Eli.
Sementara itu, Kompol Dedi Kurniawan membantah seluruh tudingan. Dalam pernyataan tertulisnya yang dimuat sejumlah media, ia menyebut seluruh proses hukum terhadap Rahmadi telah berjalan sesuai standar operasional prosedur (SOP).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gimic.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaUj0IA0LKZLdsktWS3G. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Gimic.id
(G-RSD)
Komentar