KPPU Soroti Kebijakan Pembatasan Impor BBM Non-Subsidi, Dorong Evaluasi untuk Jaga Persaingan Sehat

Seorang pengendara sedang mengisi BBM non-subsidi di SPBU. KPPU menyoroti kebijakan pembatasan impor BBM yang dinilai berpotensi memperkuat dominasi pasar Pertamina.

GIMIC.ID, JAKARTA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyambut baik langkah Pemerintah dalam mengatur impor, termasuk impor bahan bakar minyak (BBM), sebagai strategi memperkuat ketahanan energi nasional sekaligus memperbaiki neraca perdagangan. Kebijakan ini dinilai mampu menekan defisit transaksi migas dan mendorong pemanfaatan optimal sumber daya dalam negeri.

Namun demikian, KPPU menilai pembatasan impor BBM non-subsidi perlu dikaji lebih dalam agar tidak menimbulkan ketidakseimbangan dalam persaingan usaha. KPPU pun telah melakukan analisis serta berkoordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), BPH Migas, hingga pelaku usaha BBM non-subsidi untuk memastikan distribusi dan ketersediaan pasokan berjalan baik.

Kebijakan pembatasan impor tercantum dalam Surat Edaran Nomor T-19/MG.05/WM.M/2025 tanggal 17 Juli 2025, yang menetapkan kenaikan impor bensin non-subsidi maksimal 10% dari volume penjualan 2024.

Menurut KPPU, aturan ini berpengaruh terhadap operasional badan usaha (BU) swasta yang sangat bergantung pada impor. Dampaknya, pilihan konsumen terhadap BBM non-subsidi menjadi terbatas dan dominasi pasar Pertamina kian menguat.

“Pembatasan pasokan BBM non-subsidi berdampak pada berkurangnya pilihan konsumen serta mengganggu kelancaran aktivitas ekonomi masyarakat maupun pelaku usaha. Padahal, tren konsumsi BBM non-subsidi terus meningkat dan sebaiknya dijaga keberlanjutannya,” tulis KPPU dalam keterangannya.

Data KPPU mencatat, tambahan volume impor untuk BU swasta hanya berkisar 7.000–44.000 kiloliter, sementara PT Pertamina Patra Niaga mendapat tambahan sekitar 613.000 kiloliter. Pangsa pasar Pertamina Patra Niaga di segmen BBM non-subsidi saat ini mencapai ±92,5%, sedangkan BU swasta hanya 1–3%. Kondisi ini memperlihatkan struktur pasar yang masih sangat terkonsentrasi.

Dari perspektif persaingan usaha, kebijakan pembatasan impor ini dinilai bersinggungan dengan Daftar Periksa Kebijakan Persaingan Usaha (DPKPU) sebagaimana diatur dalam Peraturan KPPU No. 4 Tahun 2023.

KPPU mengidentifikasi adanya potensi pembatasan pasar (market foreclosure), diskriminasi harga dan pasokan, hingga dominasi pelaku tertentu. Selain itu, kebijakan yang mewajibkan BU swasta membeli pasokan dari Pertamina atau melalui satu pintu impor dinilai dapat menimbulkan inefisiensi serta mengurangi pemanfaatan infrastruktur swasta. Hal ini dikhawatirkan memberi sinyal negatif bagi iklim investasi baru di sektor hilir migas.

Memperhatikan dinamika tersebut, KPPU menekankan pentingnya evaluasi berkala terhadap kebijakan impor BBM non-subsidi. Tujuannya agar iklim persaingan usaha tetap sehat, konsumen memiliki pilihan produk, dan BU swasta dapat terus berperan mendukung pertumbuhan ekonomi.

“Setiap kebijakan harus tetap seimbang antara menjaga stabilitas energi, efisiensi pasar, serta keberlanjutan investasi. Dengan begitu, target pertumbuhan ekonomi nasional sebagaimana arahan Presiden dapat tercapai, bukan hanya melalui penguatan BUMN tetapi juga melalui kontribusi BU swasta,” tegas KPPU.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gimic.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaUj0IA0LKZLdsktWS3G. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Gimic.id

(G-H2)

Komentar

Loading...