Pesta Budaya Karo Beralih ke Hotel Bintang Lima, Kritik Mengalir ke Pemko Medan

Suasana acara *Kerja Tahun Merdang Merdem Kuta Medan 2025* yang digelar Pemko Medan di Grand Ballroom JW Marriott Hotel, Sabtu (6/9/2025). Pemindahan lokasi ke hotel berbintang menuai kritik publik karena dianggap eksklusif dan jauh dari rakyat.
GIMIC.ID, MEDAN – Langkah kontroversial Pemerintah Kota (Pemko) Medan melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang menyelenggarakan perayaan kebudayaan Merdang Merdem—tradisi adat Karo—di hotel berbintang JW Marriott menuai kritik tajam. Sejumlah pihak mempertanyakan transparansi, keberpihakan publik, hingga kecermatan penggunaan anggaran dalam pelaksanaan acara tersebut.
Acara yang Seharusnya untuk Rakyat, Justru Terasa Eksklusif
Jika pada tahun sebelumnya Merdang Merdem digelar meriah di Lapangan Benteng dan berhasil menyedot ribuan warga dari berbagai latar belakang, tahun ini suasananya berbeda. Pesta budaya yang dikenal inklusif itu dialihkan ke ruang tertutup hotel mewah, yang dianggap membatasi akses masyarakat umum.
Sejumlah tokoh masyarakat menilai, keputusan Pemko Medan menggelar acara di lokasi eksklusif telah menghilangkan nilai kebersamaan dan kebudayaan yang selama ini lekat dengan perayaan Merdang Merdem.
“Ini seolah jadi acara tertutup, bukan pesta rakyat. Pertanyaannya, sebenarnya untuk siapa pesta budaya ini diadakan?” ujar seorang pemerhati budaya Karo saat dimintai tanggapan.
Minim Sosialisasi, Publik Merasa Tidak Dilibatkan
Kritik juga mengemuka terkait minimnya publikasi. Banyak warga, termasuk masyarakat Karo di Medan, mengaku tidak mengetahui jadwal maupun rangkaian acara tersebut. Kondisi ini memperkuat anggapan bahwa perayaan hanya berputar di kalangan terbatas, bukan untuk publik luas.
Sorotan Penggunaan Anggaran: Efisiensi Dipertanyakan
Selain soal lokasi dan aksesibilitas, Pemko Medan juga disorot dalam hal penggunaan anggaran. Publik menilai pelaksanaan acara di hotel mewah tidak sejalan dengan prinsip efisiensi yang ditekankan pemerintah pusat.
Sebagaimana tertuang dalam Permendagri No. 15 Tahun 2024 tentang Pedoman Penyusunan APBD, pemerintah daerah diwajibkan menyusun perencanaan anggaran yang efisien, terencana, dan transparan. Bahkan, dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006, efisiensi didefinisikan sebagai pencapaian hasil maksimal dengan penggunaan sumber daya seminimal mungkin.
“Di tengah situasi ekonomi sulit, alih-alih mendekatkan budaya ke masyarakat, pemerintah justru memilih lokasi yang mahal dan eksklusif. Ini jelas kontraproduktif,” tambah pengamat kebijakan publik di Medan.
Warga Kehilangan Kesempatan Rayakan Budaya
Bagi sebagian masyarakat, khususnya komunitas Karo di Medan, pergeseran lokasi acara ini menjadi kekecewaan tersendiri. Perayaan yang seharusnya menjadi ajang silaturahmi budaya dan kebanggaan daerah justru dianggap kehilangan esensi karena sulit diakses masyarakat luas.
Dengan kritik yang terus bergulir, Pemko Medan kini dituntut memberikan penjelasan resmi terkait dasar pemilihan lokasi serta transparansi anggaran perayaan Merdang Merdem tahun ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gimic.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaUj0IA0LKZLdsktWS3G. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Gimic.id
(G-H2)
Komentar