Demo Bayaran di PN Tanjungbalai Terbongkar, Terdakwa Kasus Narkoba Diduga Korban Rekayasa Aparat
GIMIC.ID, TANJUNGBALAI — Teriakan "Hukum Berat Bandar Narkoba!" yang menggema di depan Pengadilan Negeri (PN) Tanjungbalai ternyata bukan murni aspirasi publik. Di balik kerumunan massa yang tampak penuh semangat memegang spanduk kecaman terhadap terdakwa Rahmadi, terkuak sebuah skenario kelam: mereka dibayar untuk berunjuk rasa.
Informasi yang dihimpun dari investigasi independen sejumlah aktivis hukum mengungkap bahwa aksi itu didalangi oleh pihak tertentu untuk menekan majelis hakim agar menjatuhkan vonis berat terhadap Rahmadi, warga Tanjungbalai yang didakwa memiliki 10 gram sabu.
Namun, fakta di balik kasus ini mengarah pada dugaan rekayasa kasus dan kriminalisasi. Banyak pihak meyakini Rahmadi hanya dijadikan tumbal oleh oknum aparat yang ingin menunjukkan keberhasilan penegakan hukum dalam pemberantasan narkoba.
Dibayar Rp50 Ribu untuk Berteriak
Sebagian besar massa aksi ternyata warga sekitar yang tidak memahami kasus yang sedang disidangkan. Mereka datang hanya karena dijanjikan uang transportasi dan imbalan. Salah satu peserta aksi, yang enggan disebutkan namanya, mengaku diajak untuk ikut demo tanpa tahu substansi kasus.
"Saya diajak Bang Jahar. Katanya cuma demo, teriak-teriak dikit, bawa spanduk, dapat uang. Ya, saya ikut," ungkapnya.
Skenario ini diduga kuat sengaja dibuat untuk membentuk opini bahwa Rahmadi adalah pengedar narkoba yang layak dihukum berat, meskipun banyak kejanggalan dalam proses hukum yang dijalani.
Bukti Lemah, Dugaan Penyiksaan dan ‘Cipta Kondisi’
Kuasa hukum Rahmadi, Suhandri Umar Tarigan, menyatakan bahwa proses hukum terhadap kliennya sarat penyimpangan.
“Ini bukan hanya kriminalisasi, tapi pembunuhan karakter. Bukti sangat lemah. Rahmadi tidak memiliki sabu, bukan pengedar, tapi ditekan oleh opini publik yang dimanipulasi,” tegas Suhandri.
Penangkapan Rahmadi juga menyisakan pertanyaan. Ia diamankan oleh tim Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Sumut di sebuah toko pakaian. Saat penangkapan, ia diduga mengalami penyiksaan: matanya dilakban, tubuhnya dipukuli, ditendang, dan diinjak-injak. Namun, saat itu tak ditemukan barang bukti sabu.
Belakangan, sabu disebut ditemukan di mobil milik Rahmadi — yang menurut pengacara dan keluarga besar kemungkinan sengaja ditanam.
“Kami sudah laporkan penyiksaan ini ke Polda Sumut. Tapi kasusnya jalan di tempat. Kompol DK, terlapor utama, bahkan tidak hadir dalam gelar perkara di Bidpropam, padahal ruangannya hanya seberang,” ungkap abang kandung Rahmadi.
Desakan kepada Hakim: Jangan Tunduk pada Tekanan Massa
Gelombang tekanan terhadap PN Tanjungbalai terus menguat. Namun, publik kini mulai mempertanyakan motif di balik kerumunan tersebut. Sejumlah tokoh masyarakat dan pakar hukum meminta agar majelis hakim tetap fokus pada fakta hukum.
“Keadilan jangan tunduk pada kerumunan yang diskenariokan. Hakim harus melihat bukti dan proses, bukan spanduk dan sorakan,” ujar pengamat hukum pidana, Rifky Harahap.
Kasus Rahmadi kini menjadi simbol betapa rentannya sistem peradilan Indonesia terhadap manipulasi, tekanan opini, dan kriminalisasi warga sipil dalam perang semu melawan narkoba.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gimic.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaUj0IA0LKZLdsktWS3G. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Gimic.id
(G-Avid)