Indra Efendi Rangkuti
Konflik Timnas Belanda Di Piala Dunia 1990

Timnas Belanda di Piala Dunia 1990
Berdiri Ki-Ka : John Van't Schip, Frank Rijkaard,Ronald Koeman,Marco Van Basten,Ruud Gullit,Hans Van Breukelen.
Jongkok Ki-Ka : Berry van Aerle,Aron Winter,Richard Witschge,Jan Wouters,Adri Van Tiggelen.
GIMIC.ID, MEDAN - Salah satu isu penting yang muncul di balik berakhirnya kontrak Shin Tae Yong (STY) sebagai pelatih Timnas Indonesia adalah adanya hubungan yang tidak harmonis antara STY dengan beberapa pemain Timnas usai kekalahan Indonesia atas China di laga Pra Piala Dunia 2026 lalu. Namun tidak ada yang tahu apakah kabar “keretakan” itu benar adanya atau tidak.
Yang pasti hubungan tidak harmonis antara pelatih dan pemain yang memicu suasana tidak harmonis dalam tim sepakbola bukan hal baru. Kehadiran Gerald Vanenburg sebagai salah satu asisten pelatih Patrick Kluivert di Timnas Senior Indonesia dan sebagai pelatih kepala Timnas Indonesia U23 membuka kembali kisah konflik yang mewarnai perjalanan Timnas Belanda.selama Kualifikasi dan putaran Final Piala Dunia 1990.
Seusai sukses membawa Belanda menjadi Juara Piala Eropa (Euro) 1988 Rinus Michels mundur sebagai pelatih Timnas Belanda dan menangani Bayer Leverkusen di Liga Jerman. Sebagai pengganti Michels,KNVB menunjuk Thijs Libregts sebagai pelatih baru.
Libregts yang pernah sukses membawa Feyenoord Juara Liga Belanda dan Piala Belanda musim 1983/1984 dianggap cocok melatih Timnas Belanda walau prestasinya bersama Olympiakos di Liga Yunani kurang berkibar.
Penunjukan Libregts ini membuka luka lama bagi kapten Timnas Belanda Ruud Gullit. Ketika melatih Feyenoord pada musim 1983/1984 Libregts pernah terlibat konflik dengan Gullit yang saat itu menjadi pemain Feyenoord. Salah satu yang memicu konflik adalah sikap “rasis” Libregts kepada para pemain berkulit hitam. Gullit yang saat itu dipanggil “blackie” oleh Libregts sempat terlibat perang dingin dengan Libregts.
Disamping itu taktik Libregts yang tidak mendukung pola khas Total Football khas Belanda juga menjadi bahan kritik. Untunglah keberadaan Johan Cruyff dalam skuad Feyenoord dan Willem Van Hannegem sebagai asisten pelatih mampu meredakan konflik dan akhirnya Feyenoord sukses menjadi Juara Liga Belanda dan Piala Belanda di musim 1983/1984. Namun di akhir musim Libregts diberhentikan dan digantikan oleh Ab Fafie.
Ab Fafie sendiri bukan nama asing di Indonesia karena pada akhir 90-an pernah melatih Bandung Raya dan Persija di Liga Indonesia.
Penunjukan Libregts ini sendiri memunculkan kontroversi. Dan ternyata pola pragmatis yang dibawa Libregts membuat kreativitas pemain terbatasi. Selain Gullit 3 bintang Belanda lainnya Van Basten, Rijkaard dan Gerald Vanenburg mulai bersuara lantang. Rijkaard yang sukses sebagai gelandang bertahan di AC Milan justru dimainkan Libregts sebagai stopper. Vanenburg yang mempunyai daya jelajah luas dibatasi hanya beroperasi di lini tengah. Belanda memang meraih hasil positif namun bukan karena memakai taktik Libregts tapi taktik yang mereka susun sendiri.
Puncaknya menjelang laga tandang melawan Finlandia pada 13 Mei 1989, Gullit meminta Libregts keluar dari ruang ganti karena mereka ingin menentukan taktik sendiri. Dengan dongkol Libregtspun keluar dan Gullit memimpin tim dalam menyusun taktik. Dan akhirnya Belanda menang dalam 1-0 dalam laga ini lewat gol Wiem Kieft memanfaatkan umpan brilian dari Ruud Gullit.
Belanda lolos ke Piala Dunia 1990 di Italia sebagai Juara Grup 4 Kualifikasi Piala Dunia 1990 memgungguli Jerman Barat. Dan KNVB memenuhi harapan pemain untuk mengganti Thijs Libregts.
Rinus Michels yang saat itu kembali ke Belanda dan diangkat sebagai Direktur Teknik KNVB memberi 3 pilihan nama pelatih untuk dipilih menjadi pengganti Libregts. Ketiga sosok itu adalah Johan Cruyff,Leo Beenhakker dan Aad De Mos.
Pada 25 Maret 1990 para pemain Belanda berkumpul di Hotel Hilton yang letaknya tidak jauh dari bandara Schiphol.
Dalam pemungutan suara 8 pemain (Ruud Gullit, Marco Van Basten, Frank Rijkaard, Jan Wouters, John Van’t Schip, John Bosman, Ronald Koeman dan Wiem Kieft) memilih Cruyff. 5 pemain (Hans Van Breukelen, Gerald Vanenburg, Adri Van Tiggelen, Berry Van Aerle dan Joop Hiele) memilih Beenhakker dan 2 pemain (Erwin Koeman dan Graeme Rutjes) memilih De Mos.
Dan pada 28 Maret 1990 Ronald Koeman menyerahkan hasil pemilihan pemain kepada Rinus Michels.
Michels yang menerima hasil tersebut memiliki tafsir sendiri. Baginya ketiga pelatih tersebut dapat diterima para pemain. Akhirnya tanpa melihat hasil voting yang tegas memilih Cruyff, Michels menetapkan Beenhakker sebagai pelatih Belanda di Piala Dunia 1990.
Sikap Michels ini mendapat reaksi keras dari Van Basten. Van Basten menuding Michels otoriter dan mengingkari keputusan para pemain. Bahkan Van Basten beranggapan “perang dingin” antara Michels dan Cruyff yang membuat Michels menolak Cruyff. Sikap Van Basten ini didukung oleh Gullit dan Rijkaard.
Michels berkeras pada sikapnya.Demikian juga Van Basten. Akhirnya Ketua KNVB Jo Van Marle mencoba menengahi keduanya. Dan akhirnya Michels dan Van Basten berdamai.
Namun pesimisme tetap muncul pada publik sepakbola Belanda. Beenhakker bukan pilihan utama pemain dan sikap keras Van Basten telah menunjukkan ada situasi tidak kondusif dalam skuad.
Akhirnya kekhawatiran itu terlihat sejak Beenhakker memimpin latihan Timnas Belanda. Kondisi tim terpecah. Blok AC Milan,PSV,Ajax dll terlihat dalam latihan. Ditambah lagi sikap Beenhakker yang menolak pola 4-4-2 warisan Michels yang terbukti sukses di Euro 1988. Walau mengusung Total Football tapi Beenhakker bersikukuh menerapkan pola 4-3-3 yang biasa dipakainya di Ajax.
Beenhakker juga menolak permintaan Van Basten agar Rijkaard ditempatkan sebagai gelandang bertahan seperti di AC Milan. Bagi Beenhakker posisi terbaik Rijkaard adalah sebagai stopper seperti kala dirinya melatih Rijkaard di Ajax.
Ditambah kondisi Gullit yang belum fit 100% walau sudah pulih dari cedera lutut parah yang dideritanya sejak Semifinal Champions Cup 1989.
Kondisi ini membuat penampilan Belanda tidak maksimal selama masa persiapan. Hasil burukpun tampak dalam beberapa uji coba. Ditambah perang opini di media yang dibuat oleh Van Basten, Gullit, Van Breukelen dan Koeman bersaudara.
Dengan kondisi inilah skuad Belanda berangkat ke Piala Dunia 1990 di Italia.Sang Juara Euro 1988 datang ke Italia dalam suasana penuh konflik. Belanda tergabung di Grup F bersama Mesir, Inggris dan Irlandia.
Leo Beenhakker memberi instruksi kepada Ruud Gullit di Piala Dunia 1990
BELANDA Vs MESIR
Pada 12 Juni 1990 Belanda memulai langkahnya melawan Mesir di Palermo. Penampilan Belanda sama sekali tidak meyakinkan layaknya Juara Euro 1988. Belanda memang unggul lebih dahulu pada menit ke-58 lewat gol Wiem Kieft memanfaatkan umpan Van Basten.
Namun setelah itu Mesir membuat Belanda tak berdaya dan akhirnya pada menit ke-83 Ronald Koeman menjatuhkan Hussam Hassan di kotak penalti. Magdi Abdelghani maju sebagai eksekutor penalti dan sukses membobol gawang Van Breukelen.Skor imbang 1-1 bertahan hingga laga usai.
"Frank Rijkaard dan Hans Van Breukelen bersitegang dengan Rudi Voeller ketika Belanda berhadapan dengan Jerman Barat di 16 Besar Piala Dunia 1990"
BELANDA Vs INGGRIS
Hasil imbang melawan Mesir membuat skuad Belanda kian oleng. Para pemain dan pelatih saling menyalahkan. Gullit sebagai kapten tim coba mengajak rekan - rekannya berdiskusi soal taktik untuk melawan Inggris namun hanya Van Basten, Rijkaard dan Vanenburg yang menerima dan mayoritas menolak.
Beenhakker sendiri menilai hasil imbang itu lumrah dalam pertandingan dan mengajak pemain fokus ke laga berikutnya menghadapi Inggris. Namun para pemain menganggap ucapan Beenhakker sekedar “pelipur lara”.
Vanenburg bahkan harus menerima "pil pahit" karena sejak tampil buruk lawan Mesir dirinya dicadangkan oleh Beenhakker.
Pada 16 Juni 1990 Belanda berhadapan di Inggris di Cagliari. Vanenburg yang dianggap Beenhakker tampil buruk dicadangkan. Vanenburg yang protes tidak dihiraukan oleh Beenhakker.
Jika pada Euro 1988 Inggris dibuat tak berdaya kali ini Inggris yang membuat Belanda tak berkutik. Van Basten tak berkutik menghadapi kawalan Des Walker dan Terry Butcher. Lini tengah Belanda terisolasi oleh aksi Chris Waddle, Paul Gascoigne dan Bryan Robson.
Beruntung Van Breukelen tampil cemerlang dan akhirnya skorpun berakhir imbang 0-0.
BELANDA Vs IRLANDIA
Hasil imbang 0-0 menyadarkan Beenhakker dan skuad Belanda bahwa mereka harus menyingkirkan ego untuk meraih kesuksesan. Beenhakker dan para pemain sepakat untuk menyatukan hati di laga terakhir melawan Irlandia.
Akhirnya Beenhakker memenuhi harapan Van Basten. Rijkaard coba dimainkan ke tengah. Selain itu Gullit, Wouters dan Gillhaus diberi kebebasan dalam berkreativitas.
Pada 21 Juni 1990 Belanda menghadapi Irlandia di Palermo. Belanda tampil menawan dengan permainan memukau. Rijkaard tampil gemilang seperti di AC Milan. Dan akhirnya pada menit ke-11 Gullit membawa Belanda unggul lewat gol indahnya ke gawang Pat Bonner.
Gol ini membuat Belanda kian termotivasi dan terus menekan. Namun setelah turun minum Irlandia mencoba bangkit dan mulai merepotkan Belanda.
Akhirnya pada menit ke-71 Niall Quinn sukses memanfaatkan blunder Van Breukelen dan sukses merobek jala Van Breukelen.Skor imbang 1-1 bertahan hingga pertandingan usai. Belanda akhirnya lolos ke 16 Besar sebagai salah satu peringkat 3 terbaik dan menghadapi juara Grup D Jerman Barat.
Ekspresi kecewa Marco Van Basten kala berhadapan dengan bintang Inggris Paul Gascoigne di Piala Dunia 1990
BELANDA Vs JERMAN BARAT
Belanda menghadapi Jerman Barat di babak 16 besar pada 24 Juni 1990 di Milan. Pertandingan ini ibarat perang pendukung AC Milan dan Inter Milan. Pendukung AC Milan mendukung Belanda karena keberadaan Ruud Gullit, Marco Van Basten dan Frank Rijkaard. Pendukung Inter Milan mendukung Jerman Barat karena keberadaan Lothar Matthaus, Jurgen Klinsmann dan Andreas Brehme.
Belanda menghadapi laga ini dengan optomis karena suasana kondusif yang mulai tercipta. Jerman Barat termotivasi membalas kekalahanya dari Belanda di Semifinal Euro 1988.
Belanda memulai pertandingan dengan permainan menawan dan membuat Jerman Barat tak berkutik. Irama khas Total Football kembali terlihat. Asa pendukung Belanda kembali muncul melihat permainan Belanda yang memukau.
Namun malapetaka terjadi pada menit ke-20. Rudi Voeller menusuk lini pertahanan dan secara licik menjatuhkan dirinya di kotak penalti kala dihadang Rijkaard. Van Breukelen menghardik Voeller dan Voeller tidak terima. Rijkaard memperingatkan Voeller namun Voeller menantang. Rijkaard terpancing emosi dan mendorong Voeller yang dibalas Voeller dengan umpatan.
Wasit Loustau dari Argentina kemudian menghukum Rijkaard dan Voeller dengan kartu merah. Dan kala berjalan keluar lapangan Voeller sempat diludahi oleh Rijkaard.
Keluarnya Rijkaard menjadi malapetaka buat Belanda. Akhirnya permainan mereka jadi kacau dan Jerman Barat mulai pegang kendali walau hingga turun minum skor tetap 0-0.
Pada menit ke-51 Klinsmann sukses membobol gawang Van Breukelen. Ketinggalan 0-1 membuat Belanda kian kacau. Gullit tak berdaya dalam kawalan Guido Buchwald dan Van Basten tak berkutik dalam kawalan Juergen Kohler. Akhirnya pada menit ke-85 Brehme merobek gawang Van Breukelen dengan gol indahnya.
Belanda hanya bisa membalas pada menit ke-89 lewat penalti Ronald Koeman setelah Van Basten diganjal di kotak penalti. Belanda tersingkir setelah takluk 1-2 dari Jerman Barat.
Belanda tersingkir dengan menyakitkan dari Piala Dunia 1990. Skuad terbaik Belanda yang sukses menjadi Juara Euro 1988 tersingkir di 16 Besar.
Van Basten tidak memungkiri konflik dan suasana tidak kondusif yang mewarnai perjalanan Belanda di persiapan dan penyisihan grup sebagai biang kerok kegagalan Belanda.
“Kami baru sadar jelang laga melawan Irlandia kami baru sadar tapi itu sudah terlambat. Dan akhirnya kami harus memetik hasil buruk dari kesalahan kami sendiri” ujar Van Basten kala diwawancarai setiba di bandara Schiphol.
Rinus Michels juga menyadari kesalahannya mengabaikan pilihan mayoritas pemain dan publik Belanda yang memilih Cruyff sebagai pelatih dan lebih memilih egonya menunjuk Beenhakker
”Saya bertanggung jawab atas kegagalan ini.Saya yang salah mengambil keputusan. Semoga kelak saya tidak melakukan kesalahan serupa” tutur Michels.
Kegagalan Belanda di Piala Dunia 1990 menjadi pelajaran bahwa skuad hebat dengan penuh bintang tidak ada artinya ketika tidak menyatu dalam satu tim. Ditambah pelatih Leo Beenhakker yang tidak mampu mengelola konflik dalam tim maka kian lengkaplah kegagalan Timnas Belanda.
Tentu Gerald Vanenburg yang menjadi bagian dari Timnas Belanda kala itu memahami kondisi tersebut. Demikian juga dengan Patrick Kluivert yang berada dalam tim penuh konflik kala memperkuat Belanda di Euro 1996.
Semoga Vanenburg bersama Kluivert, Pastoor dan Landzaat mampu menciptakan suasana kondusif dalam Timnas Indonesia dan sukses membawa Timnas Indonesia lolos ke Piala Dunia 2026.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gimic.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaUj0IA0LKZLdsktWS3G. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
(G-H2)
Komentar