1. Beranda
  2. Gimic Sport
  3. Olahraga

Profil Wiel Coerver Pelatih Belanda Pertama Menukangi Timnas Indonesia, Jejak Maestro Sepakbola di Tanah Air

Oleh ,

Profil dan sosok Wiel Coerver yang dianggap mengajarkan Indonesia sepakbola profesional dan pelatih Belanda pertama di Timnas Indonesia (foto: istimewa)

GIMIC.ID, MEDAN - Profil Wiel Coerver, pelatih Belanda pertama yang menangani Timnas Indonesia di era sepakbola klasik. Sosok yang memperkenalkan pesepakbola profesional.

Sebelum kehadiran Patrick Kluivert sebagai pelatih Timnas Indonesia, terdapat deretan juru taktik asal Belanda yang menukangi Garuda.

Mereka adalah Wiel Coerver, Frans Van Balkom, Henk Wullems, Foppe De Haan, Wim Rijsbergen, hingga Peter Huistra yang kini menangani Borneo FC.

Reputasi Wiel Coerver cukup mentereng saat menjadi pelatih di Belanda sehingga membuat PSSI di bawah kepemimpinan Bardosono tertarik menjadikannya sebagai pelatih Timnas.

Wiel Coerver lahir di Kerkrade, Belanda, 3 Desember 1924 dan wafat di Kerkrade, Belanda, 22 April 2011 pada umur 86 tahun.

Seorang mantan pemain dan pelatih yang menciptakan Coerver Method, teknik pelatihan sepak bola yang modern di masanya.

Coerver bermain 5 tahun untuk klub Rapid JC (sekarang Roda JC Kerkrade), dan turut membantu klub tersebut menjadi juara Liga Belanda (Eredivisie) 1956.

Setelah pensiun sebagai pemain, Coerver beralih menjadi pelatih menukangi melatih S.V.N., Rapid JC, Sparta, N.E.C, Feyenoord, dan Go Ahead Eagles.

Prestasi besarnya di Belanda sebagai pelatih adalah ketika menangani Feyenoord pada periode 1973-1975.

Kehadirannya di Feyenoord musim 1973/1974 diharapkan mampu memutus dominasi Ajax yang saat itu diperkuat bintang besar seperti Johan Neeskens, Ruud Krol, Arie Haan, Johnny Rep dll yang Juara Eredivisie 1972 dan 1973. Selain itu, Ajax adalah jawara Champions Cup 1971, 1972 dan 1973.

Walau saat itu Ajax kehilangan sang maestro Johan Cruyff yang pindah ke Barcelona namun tidak mengurangi optimisme publik sepakbola Belanda bahwa Ajax akan kembali berjaya.

Namun akhirnya Coerver mampu meracik skuad Feyenoord menjadi kekuatan yang tangguh.

Dan akhirnya pada musim 1973/1974 Feyenoord sukses menjadi Juara Eredivisie mengungguli Twente dan Ajax.

Selain itu di musim 1973/1974 ini Coerver juga sukses membawa Feyenoord menjadi Juara Piala UEFA (kini UEFA Europa League) mengalahkan Tottenham Hotspur di final.

Kesuksesan ini membuat anak asuhnya di Feyenoord seperti Willem Van Hannegem, Wim Jansen, Rinus Israel, Theo De Jong, Wim Rijsbergen, Harry Vos dan Eddy Treijtel dipanggil memperkuat Belanda di Piala Dunia 1974 yang digelar di Jerman.

Belanda saat itu dilatih Rinus Michels dan berhasil menjadi Runner Up dijuluki “Juara Tanpa Mahkota” dengan permainan Total Football yang memukau.

Pada musim 1974/1975 walau Coerver gagal membawa Feyenoord mempertahankan gelar juara Eredivisie karena hanya menduduki posisi kedua di bawah PSV Eindhoven namun penampilan Feyenoord tetap mendapat pujian.

Kesuksesan Coerver inilah yang memikat PSSI untuk mengontraknya sebagai pelatih Timnas Indonesia untuk persiapan Pra Olimpiade Montreal 1976.

Indonesia saat itu punya peluang besar ke Olimpiade. Saat itu skuad Merah-Putih diisi pemain-pemain terbaik eranya, seperti Nobon, Anjas Asmara, Djunaidi Abdillah, Iswadi Idris, Oyong Liza, Sofyan Hadi, Ronny Pasla dll.

Usai musim 1974/1975, Wiel Coerver akhirnya meninggalkan Feyenoord dan terbang ke Indonesia untuk melatih Timnas.

Perjalanan Coerver menangani Indonesia penuh liku dan ujian. Sang pelatih harus bersiasat dengan manajemen sepakbola tanah air yang berbeda jauh dengan budaya negara asalnya.

 

Sebagai pelatih yang menjunjung tinggi profesionalisme dalam bekerja, Coerver tak segan beradu pendapat dengan pengurus PSSI tentang pemilihan pemain.

Coerver bukanlah tipikal pelatih yang bersedia "membungkuk-bungkuk asal bapak senang".

Ketika Indonesia kalah 0-1 menghadapi tim asal Austria, Voets Linz, dalam sebuah laga uji coba pra-Olimpiade pada Desember 1975, beberapa pengurus PSSI turun ke pinggir lapangan.

Pengurus itu meminta seorang pemain, Waskito diganti, tapi Coerver menanggapinya dengan ringan dan tegas.

"Itu urusan saya," tegasnya.

Coerver juga dikenal sangat membela hak para pemainnya, baik ketika berkiprah di Eropa maupun di Indonesia.

Ketika agenda uji coba timnas diubah PSSI secara mendadak usai kekalahan melawan Linz, Coerver tampak berat menerimanya karena sudah terlanjur memberi libur dua hari penuh kepada para pemain.

Selama pemusatan latihan di Salatiga, Coerver membagi rata hasil penjualan karcis dari pertandingan uji coba kepada 40 pemain yang menjalani seleksi.

Asisten pelatih Ilyas Haddade pernah mengungkapkan, Coerver berhasil "memaksa" Bardosono menandatangani kesepakatan bonus untuk para pemain.

Setiap kemenangan dinilai Rp70 ribu, imbang Rp50 ribu, dan kalah Rp25 ribu. Untuk final, timnas mendapat bonus kemenangan Rp2,5 juta sedangkan kalah Rp1 juta.

Bahkan Coerver menggagas terbentuknya "Dewan Pemain" untuk menyuarakan pendapat pemain kepada para pengelola sepakbola.

"Kedua kaki para pemain adalah periuk nasi hari ini dan jaminan mereka di hari tua," kata Coerver.

Sikap tersebut tak lepas dari kecaman banyak fihak karena menganggap Coerver "merusak" pemain dengan uang dan mengabaikan nasionalisme.

Tetapi, sejak awal kedatangannya, Coerver hanya berupaya memperkenalkan profesionalisme dalam sepakbola Indonesia.

Pelatih memiliki tugas dan tanggung jawab penuh terhadap tim yang ditangani tanpa intervensi sekalipun dari orang tertinggi otoritas sepakbola.

Sementara pemain merupakan sendi utama dari industri sepakbola. Aset paling berharga adalah pemain di lapangan. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gimic.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaUj0IA0LKZLdsktWS3G. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

(H2/Red)

Baca Juga