Sukiman Stopper Legendaris Yang Cukup Panjang Bela PSMS Meda

Sukiman Stopper Legendaris PSMS Medan

GIMIC SPORT - Sukiman adalah salah satu stopper legendaris PSMS Medan yang karirnya cukup panjang di PSMS Medan. Walau karirnya panjang dan melintasi beberapa generasi di PSMS namun permainannya di lapangan hijau tetap piawai dan tidak termakan oleh bertambahnya usia.

Sukiman lahir 20 April 1936 di Membang Muda Kecamatan Kualuh Hulu yang kini masuk wilayah Kabupaten Labuhan Batu Utara. Sebagai pesepakbola karirnya berlangsung mulai pertengahan 1950-an hingga pertengahan 1970-an.

Di PSMS Medan Sukiman seangkatan dengan Saari, Nasrun, Muslim dll dan pernah bermain bareng dengan angkatan Matseh, Ipong Silalahi, Acong, Eddy Simon, Zulham Yahya dan Yuswardi. Sukiman juga sempat bermain dengan angkatan Ronny Pasla, Sarman Panggabean, Tumsila, Wibisono hingga angkatan Nobon, Parlin Siagian, Ismail Ruslan dll.

Seperti umumnya bintang – bintang PSMS, Sukiman mulai mengenal sepakbola di Perkebunan Membang Muda yang merupakan kampung halamannya. Kemampuanya kian terasah ketika mulai dibina Poslab Labuhan Batu sejak dirinya di bangku SMA.

Kemampuannya yang piawai sebagai seorang stopper yang keras dan lugas dalam mengawal lini pertahanan membuat dirinya di usia muda menjadi pilihan utama Poslab Labuhan Batu.

Kemampuannya yang menawan kemudian dilirik oleh para pemandu bakat dari Medan. Akhirnya pada 1958 Sukiman pindah ke Medan dan bergabung dengan klub anggota PSMS yaitu Sahata. Kekokohannya di lini belakang membuat dirinya akhirnya dipanggil memperkuat PSMS Medan. Walau masih baru dan baru pindah ke Medan, Sukiman tidak kagok tampil bersama bintang – bintang PSMS masa itu seperti Azis Tanjung, Bakir Goordy, M.Rasijd, Saari, Saiban dll.

Kemampuannya yang piawai dalam mengawal lini belakang PSMS membuat Pelatih Timnas masa itu Tony Pogacnick memanggil Sukiman untuk persiapan Timnas ke Asian Games 1958 di Tokyo. Dan ternyata Sukiman tampil piawai berduet dengan bintang Persija Kwee Kiat Sek.Namun akhirnya Sukiman memilih mundur dari Timnas. Keputusan ini diambil karena saat itu hati dan fikirannya “bercabang” dan kurang fokus karena istrinya hamil anak pertamanya dan memasuki masa – masa melahirkan.

Kesempatan membela Timnas akhirnya baru terwujud ketika dirinya dipanggil memperkuat Timnas yang berlaga di Ganefo yang berlangsung pada 1-10 Agustus 1965 di Pyongyang Korea Utara.

Setelah bergabung di Sahata, Sukiman kemudian pindah ke Dinamo dan sempat bermain untuk Pardedetex bersama Soetjipto Soentoro, Iswadi Idris dll.

Sukiman tidak lama di Pardedetex karena kemudian bergabung dengan Deli Putra. Ketika di Deli Putra ini Sukiman selain sebagai pemain juga merangkap sebagai asisten pelatih. Kemudian dari Deli Putra Sukiman berlabuh di Bintang Utara hingga akhir karirnya.

Wajahnya yang tenang dan dingin serta penampilannya yang tanpa kompromi dengan takling – talking yang keras namun sportif membuat dirinya menjadi sosok yang “ditakuti” oleh para penyerang tim lawan.Bahkan karena gaya rambutnya yang cepak dan penampilannya yang mirip tantara membuat dirinya dipanggil “Mayor Lelek” oleh rekan – rekan setimnya di PSMS.

Salah satu yang dikenang dari Sukiman adalah kemampuannya untuk menjatuhkan mental pemain lawan dalam setiap duel dengan lawan - lawannya.

Ucapan yang sering keluar adalah “Sapu dia!,”Ribakkan Dia” Kipas Dia” dan ucapan – ucapan lainnya yang menjadi “psy war” bagi lawan - lawannya.

Pada 1967 Sukiman bersama Muslim menjadi 2 sosok pemain paling senior yang membimbing rekan – rekannya berlaga di Kejurnas/Divisi Utama Perserikatan PSSI 1967.

Perpaduan pemain senior seperti Muslim,Sukiman,Sunarto,Azis Siregar ,A.Rahim, Syamsuddin, Jamal, Yuswardi, Ipong Silalahi, Zulkarnaen Pasaribu dll dengan bintang – bintang muda seperti Ronny Pasla, Wibisono, Sarman Panggabean dan Tumsila sukses membuat PSMS untuk pertama kalinya menjadi Juara Kejurnas PSSI pada 1967.

Sebagai sosok bek tengah Sukiman juga tampil mantap saat berduet dengan Zulham Yahya, Anwar Ujang maupun Yuswardi. Dan dirinya dengan tegas menegur rekan – rekannya yang melakukan kesalahan ketika bertanding di lapangan.

Walau begitu dirinya juga menjadi panutan karena mampu membimbing dan mengarahkan bintang – bintang muda PSMS ketika tampil bersamanya di lapangan.

Sebagai punggawa maupun Kapten Tim PSMS Sukiman turut berperan membawa PSMS Medan menjadi Juara Kejurnas/Divisi Utama Perserikatan PSSI pada 1967 dan 1971. Sukiman juga membawa PSMS Medan menjadi Juara Marah Halim Cup 1972 dan 1973, membawa PSMS Medan menjadi Juara Soeharto Cup 1972 dan Jusuf Cup 1974.

Di ajang Internasional,Sukiman juga turut membawa PSMS menjadi Juara Aga Khan Gold Cup 1967 di Dhaka Bangladesh.

Selain itu Sukiman juga turut membawa PSSI Wilayah I yang bermaterikan bintang – bintang PSMS menjadi Juara Kejuaraan Antar Regional/Wilayah PSSI tahun 1974 dan turut serta dalam skuad PSSI Wilayah I yang menjadi Runner Up President Cup 1974 di Seoul.

Seusai President Cup 1974 di Seoul tersebut Sukiman memutuskan mundur sebagai pesepakbola dan fokus pada karirnya sebagai administrator di PT. Perkebunan Daerah Paya Pinang yang berkantor di Medan.Namun nalurinya sebagai pesepakbola membuatnya kembali “turun gunung” dengan menjadi pelatih di beberapa klub yang bernaung di kompetisi PSMS.

Perjalanan karirnya di PSMS yang panjang membuat banyak fihak kagum karena kondisi fisiknya cukup terjaga walau sudah berusia mendekati 40 tahun pada waktu itu.Ketika beberapa wartawan bertanya rahasia kondisi fisiknya yang prima dan tetap terjaga baik itu, Sukiman menjawab : “Saya mengatur pola tidur dan makan” tuturnya.

“Saya tak pernah tidur di atas jam 10 malam dan untuk menjaga kondisi saya juga mengatur pola makan dengan baik.” paparnya.

Sebuah resep sederhana yang terkadang banyak diabaikan oleh para pesepakbola tapi dijalankan dengan penuh disiplin oleh Sukiman.

Sukiman meninggal dunia di kediamannya Kompleks Flamboyan Island Blok K-12 Pajak Melati Tanjung Anom pada 21 Juli 2014.Sebuah kenangan besar akan sosok “Mayor Lelek” sang Legenda PSMS Medan.

Komentar

Loading...